Belajar pada Bakso

shares |


Dalam perjalanan tadi, karena waktu sudah petang saya berhenti untuk sholat maghrib di masjid pinggir jalan. Saya lihat di seberang jalan masjid ada seorang bapak setengah tua berjualan bakso bakar. Dari siang memang belum makan, jadi saya putuskan untuk beli dulu bakso bakar, yah biar si perut ini tak lagi ngadain konser keroncong di dalam sana. Adzan sayup-sayup sudah berkumandang, tapi masih cukuplah waktunya.
Sembari kipas-kipas beberepa tusuk bakso pesanan saya, ada seorang ibu-ibu datang akan membeli bakso bakar juga. "Maaf bu, waktunya tidak cukup, saya mau sholat maghrib dulu". Wow..... keren. Padahal si ibu tadi mau membeli bakso bakar 20 ribu, banyak sebenarnya tetapi dia tidak takut kehilangan rejeki dan lebih memilih ke masjid.
Sudah selesai bakso bakar pesanan saya. Saya belinya 5 ribu dapat 6 tusuk, saya kasih uang 20 ribu. "Kembaliannya buat bapak saja!", kata saya.
"Jangan mas, jangan.....", katanya menolak.
Eh malah tidak mau, dia ngrogoh sana sini tasnya buat mencari kembalian.
"Maaf mas, kembaliannya receh....", katanya sambil menyerahkan beberapa lembar uang 2 ribuan dan koin 5 ratusan.
Tidak, saya hanya mau dibayar sesuai dengan apa yang saya kerjakan". Itu pesan yang saya tangkap walaupun mulutnya tak berucap demikian.
Sore yang indah ini, di tepi sebuah jalan desa, di sebuah pinggiran masjid sederhana. Saya bertemu dengan salah satu orang terkaya di dunia. Tidak sepatah dalil kitab suci terucap dari mulutnya, tidak ada buku yang telah ditulisnya, tidak ada jas dan dasi di tubuhnya ataupun topi toga di kepalanya. Tidak ada status facebook keren. Dan tidak saya lihat ada nama di dadanya. Namun dia dengan telak menampar saya, mengajari saya, memberi contoh nyata bagaimana sesungguhnya menjalani hidup.
Salam hormat saya, guru........
Sembari air mata ini menetes, aku tulis kisahmu guruku, biar aku dan kawan-kawanku suatu saat membacanya dan mengamalkan yang telah engkau ajarkan.....

Related Posts