Belajar Bahagia

shares |


Beberapa hari lalu sekitar jam 11an malam, karena sore memang belum makan maka perut ini mulai lapar sampai kitir-kitir. Do you know what that mean of "kitir-kitir"? Kitir-kitir adalah keadaan seperti terbang karena lapar yang teramat sangat.
Biasanya masih ada warung hik langgananku yang buka, kalau tidak itu ya nasi goreng dekat terminal. Sampai di sana ternyata nasinya habis, hanya tinggal wedang dan beberapa sundukan saja. Ya sudah nasi goreng sajalah. Sampai di sana belum sampai saya turun dari motor, penjualnya yang memang sudah hafal dengan saya ngomong, " habis semua mas, biasanya jam segini masih, tapi tadi diborong orang". Sapanya dengan senyum ramah sambil memberesi peralatan jualannya.
Asem tenan.....
Mangkel jelas, jengkel iya, kesel pasti..... lha wong biasane buka lho, biasanya hiknya sampai jam 2 - jam 3 aja masih lho, lha kok pas kitir-kitir malah tutup. Yoweslah.....
Yowes itu bukan putus asa, itu menerima apa adanya. Mau nggrundel, mau muring-muring warungnya yo tetap gak buka lagi. Mau ngamuk pun nasinya yo tetap habis.
Buat apa marah? Buat apa sedih? Bukankah nasinya habis ini adalah kegembiraan bagi pejualnya? Bukankah mereka bisa pulang lebih cepat sehingga punya waktu untuk istirahat lebih? Mengapa saya tidak bersuka cita? Bukankah itu pertanda dagangannya laris? Bukankah itu tanda rejeki si penjual sedang melimpah?
Selama kita hanya mikir sak udele dewe, hanya mikir kepentingan sendiri, kita akan sulit menemukan kebahagian diperistiwa dan keadaan apapun. Selama udel selalu menjadi pembenar atas tindakan, sadar ataupun tidak sadar hidup kita akan hancur digerogoti keegoisan.
Tingkatan tertinggi dari kebahagiaan adalah bahagia ketika melihat orang lain berbahagia......

Related Posts