Hidup Arem-Arem....

shares |

Arie Abimanyu 30 Mei 17


Waktu itu di pom bensin, Tuhan memberiku rejeki yang luar biasa, yang membuat hatiku penuh dengan kebanggaan. Iya, Tuhan mempertemukanku dengan orang-orang sejati, kekasih-kekasih kehidupan.

Seorang laki-laki setengah tua, berpenampilan biasa, mungkin lebih tepat dibilang kumuh, pakaian yang ia kenakan jelas bukan yang dibeli dari toko modern, membawa baki kecil yang penuh dengan jajanan.

Setiap orang akan mengenalnya sebagai orang "kecil", kelas rendahan, orang miskin, gembel, atau gelandangan. Dan tak pantas jika ia disebut sedang bekerja, karena bekerja bagi sebagian orang ialah ketika berpakaian necis serta tempatnya adalah ruangan mewah. Dan ia tak layak menyandang itu, ia lebih tepat disebut manusia yang sekedar menjalani hidup saja.

Ia mendekatiku kemudian memanggil namaku dan menyalamiku. Ya Tuhan sungguh bangga sekali diri ini, ia tahu namaku. Berbinar-binar hatiku penuh kegembiraan namaku disebut dengan jelas olehnya. Ku parkir sepedaku, waktu masih pagi masih ada waktu untuk istirahat sejenak. Ia duduk disampingku, dagangannya ditaruh diantara duduk kami.

Ku ambil satu jajanannya, bukan makanan yang mewah tentunya, hanya beras yang dibungkus daun pisang dengan sedikit sayuran ditengahnya. Kami larut dalam obrolan yang sebenarnya tak penting, tetapi senyuman dalam setiap bicaranya tak mampu menyembunyikan kesungguhan hidupnya.

Dua bungkus makanan dagangannya telah bersandar di dalam perut. Aku harus melanjutkan perjalanan, ku sodorkan uang puluhan ribu. Ia menolaknya, bahkan sempat bersitegang, ia benar-benar tidak mau menerimanya.

"Pun diasta mawon mas, mugi-mugi bagas waras lan katah tanggapanipun", katanya dengan senyum lebar seraya mengelus kumisnya yang sebagian mulai beruban.

Dua bungkus makanan baginya tentu sangat berarti, seperti berartinya istri dan anaknya yang menunggunya pulang. Mungkin saat ini ia harus merelakan sebagian hasilnya untuk menambah kerinduaanya. Kerinduan pada Tuhan yang selalu akan menyertainya.

Seolah ia sedang menunjukan pada dunia, terutama padaku, siapa sebenarnya yang orang kecil, siapa sebenarnya yang miskin, dan siapa yang sebenarnya telah terbudak.

Terima kasih "arem-arem"nya, terima kasih telah mengajariku, bahwa berada di atas bukanlah satu-satunya yang harus dituju. Bahwa kemerdekaan bukan tentang gedung mewah, bukan soal mobil mewah, bukan soal baju mewah, bukan tentang rumah mewah. Kemerdekaan adalah tentang hati dan pola pikir.......

Related Posts