Antara Kalah dan Mengalahkan

shares |

Arie Abimanyu 11 Januari 17



Ketika aku dipersyarati supaya memiliki tanah dipinggir jalan raya, rumah tak perlu mewah tidak masalah asal tembok dan bergaya modern, kemudian aku harus bergelar dan berseragam layaknya manusia kelas elite yang setiap bulan rutin menerima ongkos jasa atau lebih tepatnya ongkos waktu.

Tidak masalah kok, punya rumah mewah di pinggir jalan berpagar tinggi serta bunga-bunga tumbuh subur di depannya, andai istana Sulaiman dimiliki pun juga bukan persoalan. Punya mobil dua atau lebih yang sekampung tidak sanggup untuk memiliki. Juga sederet gelar tinggi yang jika ditulis pada surat undangan kertas A4 tak cukup ruang untuk menampungnya.

Meskipun mustahil bagi diriku, tetapi tidak ada yang tidak mungkin. Sebab aku adalah hamba dari Yang Maha Kaya Raya, sebab dunia dan segala embel-embelnya adalah milik Tuhanku Yang Maha Penguasa.

Saya tidak masalah dengan itu, tidak ada persoalan dengan manusia macam manapun dan siapapun. Yang jadi masalah adalah ketika mengait-ngaitkan itu dengan rizki. Saya tidak cari rizki pada manusia, pada pangkat, pada derajat, pada gelar, serta pada embel-embel dunia. Rizki milik Allah. Jangan ngobral-obral rizki di depan saya.

Emang berapa hartamu? Berapa kekayaanmu? Berapa materimu. Berapa banyak uangmu untuk sanggup membayar ilmuku dan hidupku. Itu semua dari Allah dan tak ada manusia macam manapun yang sanggup membayarnya.

Jangan bicara soal dunia untuk menghina saya, jangan ngomong materi untuk melecehkan saya.

Dunia kecil bagiku, aku adalah khalifah dunia, aku adalah hamba dari Yang Maha Kaya..........

Related Posts